GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA
NURCHOLISH MADJID
Oleh : Iis Sutisna
A. Pendahuluan
Perkembangan kesadaran keagamaan umat Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari munculnya gerakan pembaruan pemikiran sejak abad ke 19 lalu.Istilah gerakan yang disebut “pembaruan” ini memberi arah dan perspektif keagamaan yang relative berbeda dari pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah.Salah satu ciri utamanya adalah kuatnya pembaruan antara nilai-nilai keislaman dengan tradisi local.Pembaruan itu terjadi akibat proses dialog antara nilai-nilai keislaman dengan kebutuhan modernitas dan aktualisasi zaman umat lewat cara damai (penetration pacifigure) dan mengedepankan konsesi-konsesi budaya masyarakat setempat.1
Dalam periodesasi gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia,ketidak selarasan antara patokan agama yang suci dengan kebiasaan adat yang menyimpang dari syariah Islam,desakan kolonialisme,dan dominannya kekuasaan negra menjadi factor-faktor penentu secara structural.Secara cultural,periodesasi sejarah kesadaran keagamaan umat Islam Indonesia sebagamana disebutkan Kuntowijoyo (1999) terbagi menjadi tiga tingkat,mitos,idiologi dan ilmu.2
Bagamananpun,sebuah perubahan social tidak bisa dilepaskan dari adanya kekuatan sejarah seperti adanya mobilitas social (social mobility) saja,tapi juga adanya minoritas kreatif (creative minority) dan pribadi kreatif (creative personality) sebagai inisiatornya.Dalam makalah ini lebih ditunjukan kepada pribadi kreatif itu yakni kepada cendekiawan Muslim yang berusaha mempersempit kesenjangan antara “idial Islam” dengan Islam histories; atau antara Islam dalam teori dan Islam dalam praktek.3 Namun,secara keseluruhan gerakan pemikiran itu bermula dari renungan dan pemahaman akan pentingnya kekuatan psikologis (psychological striking force) guna mendobrak kemandegan cara pandang umat terhadap masalah aktual yang dihadapinya.
Sebagai seorang cendekiwan Muslim Indonesia ternama,pemikiran Nurcholish Madjid telah mempengaruhi sebagian besar pemahaman keislaman masyarakat Indonesia.Masyrakat Indonesia lebih mengenalnya berkat pidato dalam pertemuan silaturohim pemuda Islam yang tergabung dalam organisasi seperti,HMI,GPI,dan PII .”Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”, merupakan pidato penting sekaligus tonggak perubahan pemikiran keislamannya dalam pertemuan tersebut.Ada dua momen sejarah penting sehubungan pidatonya tanggal 3 Januari 1970 itu.Pertama,berakhirnya periodesasi sejarah gerakan pembaruan pemikiran Islam modernisme dan munculnya periodesasi neo-modernisme.Kedua,muali berkuasanya pemerintahan Orde Baru yang secara terang tak mau mengakomodir kepentingan politik Islam.Dalam dua konteks itu,Nurcholish Madjid menyampaikan dalam pidato 3 Januari 1970 tersebut ungkapkan; Islam,Yes,Partai Islam,No,serta menganjurkan sekularisasi pemahaman keislaman masyarakat Muslim Indonesia.4
Pertanyaan utama dalam makalah ini adalah bagaimana meletakan pemikiran keislaman Nurcholish Madjid dalam dinamika (rekontruksi) sejarah pemikiran umat Islam di Indonesia sehubungan dengan persoalan empiric menyangkut negara termasuk didalamnya masalah dasar negara,pluralisme masyarakat,dan cita-cita keadilan social.Batasan akhir dari penulisan ini tahun 2004 diambil karena menjadi antiklimaks pemikiran Nurcholish Madjid dari seorang pemikir idialis ke praktis politikn lewat pencalonan dirinya sebagai presiden dalam Konvensi Partai Golkar.5
B. Biografi Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid lahir di Jombang,Jawa Timur 17 Maret 1939 dan wafat 29 Agustua 2005 karena sakit.Ia merupakan anak terua pasangan K.H.Abdul Madjid dan Fathonah.Keluarga ini memiliki hubungan erat dengan pemimpin NU,K.H.Hasyim Asy’ari.
Nurcholish Madjid sejak umur 6 tahun telah belajar agama dengan sang ayah di Madrasah Wathaniyah milik mereka dan Sekolah Rakyat di kampungnya.Setamat SR tahun 1952,untuk sementara ia belajar ke Pesantren Darul Ulum di Rojoso yang berhaluan tradisional.Namun perkembangan politik tajun 1952 dengan keluarnya NU dari Masyumi berdampak pada pergaulannya di Darul Ulum.
K.H.Abdul Madjid yang teguh menjalankan wasiat K.H.Hasyim Asy’ari bahwa Masyumi satu-satunya partai umat Islam,berada dalam dilemma politik apakah tetap di Masyumi atau menyebrang ke NU yang dihuni sebagian besar para ulama tradisional yang juga para sahabatnya.Tapi,akhirnya ia memutuskan ibertahan dim partai modernis ini,begitu juga sang istri yang menjadi juru kampanye partai tahun 1955.6
Akibat dari sikap politik yang bersebrangan ini keluarga Nurcholish Madjid dimusuhi oleh sebagian besar keluarga besar NU dan dikucilkan dari pergaulan sekitarnya.Namun ,”dengan cara itulah saya belajar memahami perbedaan pendapat.Asalkan kita yakin pendapat itu benar,jangan takut”,demikian disampaikan Nurcholish Madjid.7 Meskipun begitu,berbagai ejekan dan ledekan sebagai “anak Masyumi kesasar” melukai hatinya dan ini menyebabkan kedua orang tuanya memindahkan sang anak kesekolah lain yang dianggap berhaluan Masyumi,dan pilihan itu jatuh ke Pesantren Darussalam Gontor,Ponorogo,Jawa Timur tahun 1955.8
Gontor memberi Nurcholish Madjid suasana yang lebih liberal,baik dalam memilih penghayatan keagamman NU atau Muhammadiyah maupun dalam partisan politik.Di Pesantren ini juga ia berkenalan dengan system pemahaman Fiqih yang bersifat komparasi antar mazhad.9 Pengayaan bahasa yang tak hanya Arab, tapi juga Inggris, Perancis menjadi menjadi pintu masuk pengetahuanya terhadap literature-literatur modern dan membuka horizon pemikirannya terhadap berbagai tema dunia modern.
Kepergianya belajar ke Chicago University,AS,melanjutkan studi dengan belajar kepada Fazlur Rahman tahun 1978,menjadi titik pengukuhannya sebagai salah satu pemikir neo-modernisme di Indonesia dengan meraih gelar doctor di bidang filsafat Islam tahun 1984.10
Secara keagamaan dan cultural,Nurcholish Madjid tumbuh dan berkembang di lingkungan tradisi ke-NU-an.Kondisi sosial semasa kecilnya bisa dikatakan tak banyak mempengaruhi kepribadian ataupun pemikirannya di kemudian hari.Ia tidak mengalami apa makna penjajahan,baik Belanda atau Jepang,sekalipun mengalami masa pendudukan tahun 1942 – 1945 di waktu berusia 6 tahun.Selain itu,ikatan emosional dan romantisme dirinya terhadap revolusi tidak dialaminya secara dalam dan intens.Gelora patriotisme revolusi pisik (1945-1949) keburu berakhir ketika ia menyadari realita lingkungannya.Eksistensi Nurcholish Madjid sendiri terutama dibentuk oleh kondisi social politik system Orde Lama dan Orde Baru.Kedua system pemerintahan inilah yang menjadi basis dan latar belakang lahirnya pemikiran-pemikirannya,dan hal itu tak bisa dilepaskan dari bagaimana meletakan Islam sebagai agama,cita-cita,dan nilai dalam kerangka negara Indonesia.
C. Pembaharuan Pemikiran Nurcholis Madjid
Dari sudut cultural maka “panggung politik”,yang merupakan konteks social histories dari aktivitas Nurcholish Madjid,dapat pula ditandai oleh adanya tiga gejala intelektual yang tengah berkembang.
Pertama,”keletihan intelektual” yang dihadapi oleh tokoh tua Muslim semacam Natsir,Roem,Hamka dan lain-lain dalam memperjuangakn Negara Islam dan Idiologi Islam.Maka dari itu,cukup dimengerti kritikan terhadap pembaruan pemikiran Nurcholish Madjid tahun 1970-an yang mengusung ide sekulerisasi.Sebelum 1970,sebagian umat Islam,lewat bekas pemimpin-pemimpin Masyumi seperti Natsir,roem,Prawoto berada dalam suasana frustasi oleh perlakuan Orba.Gagalnya rehabilitasi Masyumi,dan kooptasi pemerintah terhadap Parmusi yang mereka harapkan dapat menjadi saluran politik baru,telah memudarkan harapan mereka selama satu dasa warsa lebih menciptakan masyarakat Islam Indonesia atau lazim disebut Negara Islam Indonesia.Di tengah kondisi perpolitikan nasional yang tidak menguntungkan mereka tersebut,dan pencanangannya program pembangunan yang sekuler sebagai orientasi baru Negara yang mengganti peran idiologi dimana Orba merangkul kelompok-kelompok intelektual Kristen bentukan Ali Murtopo,maka dapat dipahami,di tengah rasa frustasi yang mendalam,sekulerisme dengan segala percabangannya - seperti sekularisasi- ,tetapi memiliki makna pemisahan agama dari Negara menjadi isu sensitive.
Kedua, munculnya antusiasme beragama di kalangan muda Muslim perkotaan. Kemunculan mereka lebih sebagai bagian dari merumuskan bentuk-bentuk ritual dan seremonial keagamaan yang lebih sahih tanpa mencantelkan diri kepada lembaga-lembagan keagamaan mapan personal ulama yang memiliki otoritas ortodoks.Mereka ini berasal dari kelompok santri di luar institusi pendidikan agama Islam resmi semacam pesantren,madrasah atau IAIN.
Ketiga,seiring perkembangan kota,nilai-nilai modernisasi menjadi salah satu daya tarik makna hidup perkotaan.Salah satu cirri utama keberagamaan di era modern oleh masyarakat perkotaan adalah dikotomi antara kemajuan dan kekolotan dan aktualisasi sosial diantara pemeluk agama.
Dalam tiga sosio histories itulah Nurcholish Madjid merasa perlu merevisi pemahaman dan cita sosio-politik Amat Islam dengan pandangan pada ajaran Islam bernilai universal,bersikap terbuka dalam beragama,Islam sebagai agama kemanusiaan dan Islam sebagai agama peradaban.Nilai universal Islam adalah ajaran atau dogma yang memandang bahwa pada dasarnya agma manusia diseluruh alam sama,yakni Al Islam.Al Islam merupakan sikap kepasrahan dan ketundukan sepenuhnya pada Allah sebagai agama manusia sepanjang masa.11 Kepasrahan sepenuhnya pada Allah ini merupakan hasil pencarian kebenaran secara murni dan tulus (hanif).12 Kepasrahan dalam ber-Islam,termanifestasi pada prilaku umat Islam lewat adanya sikap terbuka dalam beragama.
Sikap terbuka ini merupakan penerapan suatu system alternative dalam beragama dengan menekankan toleransi dan kebebasan beribadat,penghargaan kepadawarisan budaya kelompok-kelompok lain dan hak sah pribadi,sikap positif terhadap ilmu pengetahuan,dan kehidupan bebas tahayul.13Penerapan prilaku ini menurut Nurcholish Madjid pada dasarnya terletak pada kesadaran realita plural masyarakat Indonesia.Kesadaran ini sekaligus merupakan nilai positif dan rahmat Tuhan kepada umat Muslim sebagai perangkat guna mendorong pengayaan budaya bangsa sebagai pertailan sejati kebhinekaan dalam ikatan keadaban.14
Nilai Islam sebagai agama kemanusiaan menurut Nurcholish Madjid sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal.Pada dasarnya manusia dalam pandangan Islam hádala baik dan tercipta secara fitrah atau asal suci bersih.15 Ekpresi kepasrahan kepada Yang Maha Cinta (Allah) sebagai keimanan yang personal mesti mewujud dalam sikap cinta sesame manusia sebagai bentuk nilai keuniversalan.Memahami nilai kemanusiaan dalam Islam ini tidak bisa dilepaskan dari makna pidato terakhir Nabi Muhammad saw dalam haji perpisahan (haji wada).16
Menurut pidato perpisahan Nabi merupakan ringkasan aspek etis atau moral dari nilai keislaman mengenai kehidupan bersama dalam wahana politik modern (Negara).Pidato ini sendiri memuat lima prinsip pokok dimensi kemanusiaan dalam Islam,yakni prisip persamaan manusia,hak asasi manusia,tanggung jawab individual,anti penindasan,persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.Penjabaran makna Pidato Perpisahan nabi Muhammad saw itu dipercayai Nurcholish Madjid mempunyai nilai kemanusiaan sama nilainya dengan sepuluh Perintah Tuhan (Musa as) dan Khutbah di Bukit (Isa as).17
Maka dari itu Nurcholis Madjid memahami bahwa,:
“Barangsiapa merugikan seorang pribadi,seperti membunuhnya,
tanpa alasan yang sah maka ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia.Dan barangsiapa berbuat baik kepada seseorang,seperti menolong hidupnya,maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh umat manusia”.18
Al Qur’an sebagai landasan pokok agama Islam juga menurutnya memberi landasan primer ajaran kemanusiaan di atas.Hal tersebut bias dilihat pada QS.Al Maidah ayat 23-27 dan dirumuskan dalam bentuk istilah Nurcholis Madjid “sepuluh wasiat Allah”.Sepuluh wasiat Allah dirangkum Nurcholis Madjid yakni pertama,tidak musyrik atau menyekutukan Allah dengan yang lainnya,kedua,berbuat baik kepada orang tua,ketiga,jangan membunuh keturunan atas kepentingan duniawi,keempat,menjauhi kejahatan baik yang lahir maupun batin,kelima,jangan membunuh manusia tanpa alasan yang haqq (yang dibolehkan agama),keenam,jangan berdekatan dengan harta anak yatim,kecualilewat cara-cara yang baik,ketujuh,jujur dalam hal jual beli,kedelapan,berlaku yang jujur atau adil meski mengenai kerabat sendiri,kesembilan,penuhi janji kepada Allah,kesepuluh,ikutilah jalan lurus dengan teguh (istiqomah).19
Islam sebagai agama peradaban,lebih terarah pada penghayatan iman dalam prilaku sosial setiap muslim.Ajaran Islam mewujud nyata secara etis dan moral dalam prilaku individu.Dalam kontek sebagai agama peradaban,umat Islam tidak boleh bersifat formalistik ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,tetapi lebih mementingkan sisi substansial ajaran agamanya secara etis.20
Secara stuktural,”panggung publik” Nurcholish Madjid terbentuk oleh dua kenyataan histories.Pertama ialah runtuhnya system Orde Lama dan naiknya Orde baru yang memakai paradigma consensus,dimana Negara menjadikan dirinya sebagai personifikasi bangsa dan meniadakan peran masyarakat.21 Lebih dari itu,Orde Baru pun memberlakukan perbedaan sebagai hal yang perlu direduksi dengan adanya “penyeragaman nilai” atau the homogenization of all values.Idiologi untuk waktu yang cukup lama menjadi “panglima” diganti oleh kata “pembangunan” dan diatasnyapun terpampang sebuah rangka yang disebut “kestabilan” Bagi para “idiolog” Orde Baru,pembangunan akan berjalan dengan baik jika didasarkanadanya stabilitas nasional,baik dalam hal politik,ekonomi,budaya,bahkan pemikiran.Dan atas nama stabilitas nasional itu pula konflik atau perbedaan pemikiran menjadi hal tabu dan terlarang,apalagi perbedaan itu menyangkut kepentingan pengusa rezim.Kedua, pertumbuhan kota sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya makin mengukuhkan jalinan perubahan structural dalam masyarakat,kehidupan kota dengan segala corak diferensiasi dan spesialis kerja,tingginya tingkat mobilitas geografis,dan berjamurnya sekolah-sekolah serta pusat-pusat pendidikan.
Kota seperti Jakarta,misalnya,bahkan telah menjadi miniature Indonesia,tempat segala jenis suku bangsa bertemu dengan segala kepentingan dan kebutuhan.Pembangunan kota yang telah dimulai sejak awal abad ke 20 di masa Orde Baru makin menggemerlapkan dirinya dengan pembangunan yang bersifat fisik,sehingga makin menggeser peran komunitas pedesaan sebagai tempat berlangsungnya perubahan arena tuntutan akan lahan dan tenaga kerja.
Situasi peralihan dan perubahan masyarkat yang bersifat structural ini adalah dua dinamika yang saling berkaitan.Dan dari dua situasi itu juga,Nurcholish Madjid meletakan pemikirannya pada pemahaman akan keindonesiaan an sich,jauh dari apa yang diperjuangkan kelompok Islam di konstituante atau di jalur pembangkangan seperti DI/TII di Jawa Barat atau di Aceh.Bagi Nurcholish Madjid keindonesiaan berjalan beriringan dengan Islam yang menyediakan bahan tanpa batas kepada pengisian nyata nilai-nilai Pancasila.Pancasila sebagai dasar filosofi bernegara memberikan kerangka konstitusional bagi pelaksanaan nilai-nilai keislaman di Indonesia,sehingga relevan dengan masalah bangsa dan Negara.22 Ada dua masalah utama dalam hal ini menurutnya ; demokrasi dan keadilan sosial.
Prisip keadilan sosial berkaitan dengan adanya keadilan ekonomi. Prinsip utama keadilan ekonomi adalah memandang kebebasan positif yang berarti kesamaan hak-hak warga Negara terhadap kondisi social dan material setiap individu sebagai syarat bagi pengembangan dirinya.23 Cita-cita keadilan sosial dalam Negara terkait erat dengan persoalan ekonami kerakyatan.24 Ketidakadilan ekonomi menyebabkan kemiskinan yang parah. Kemiskinan mengakibatkan degradasi moral sehingga membahayakan bagi suatu masyarakat.Islam dalam pandangan Nurcholish Madjid banyak mengajarkan pembelaan terhadap kaum miskin ini.Ide pokok dari pembelaan terhadap kaum lemah ekonomi tersebut ialah bagaimana menghilangkan kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan ekonomi antara sikaya dan si miskin.25
Kesenjangan ekonomi merupakan akar dari kesenjangan sosial. Islam mengajarkan bahwa tidak boleh terjadi penumpukan kekayaan pada segelintir orang,dan menghendaki pemerataan terhadap sumber daya ekonomi untuk kepentingan bersama.26Pelaksanaan prinsip keadilan sosial,yang menjadi tujuan akhir bernegara di Indonesia menghendaki adanya pembagian kekayaan nasional yang lebih merata.27
D. Penutup
Dalam Al Quran, pluralisme sesungguhnya sebuah relitas sosial dan sejarah. Jika Allah mau tentu dijadikannya satu umat saja manusia di bumi ini, tapi itu tidak terjadi. Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa,bersuku agar mereka itu saling mengenal satu sama lain (QS. 49: 13).Atas dasar pemahaman itulah, kini, di Indonesia muncul pemahaman keislaman yang dimotori oleh sekolompok generasi muda muslim,generasi apa yang disebut oleh Kuntowijoyo sebagai bagian dari sebuah kesadaran kolektif, respon, atau kesaksian zaman dari sebuah generasi yang berada pada masa peralihan; menemukan identitas keislaman kontekstual di satu sisi, sekaligus berada dalam rangka ortodoksi Islam sahih di sisi lainnya
Cita-cita keadilan sosial merupakan bagian tak terpisahkan dari amal saleh tiap umat Islam di Indonesia.Namun sehubungan dengan tujuan yang sama dalam pembukaan konstitusi Indonesia, Nurcholish Madjid melihat masih perlunya Negara.Sebagai kerangka penjamin cita-cita keadilan sosial itu. Baginya antara agama dan negara tidak dapat dipisahkan, namun antara keduanya harus tetap dibedakan dalam dimensi dan cara pendekatannya. Maka dari itu hubungan agama dan negara yang ideal menurut Nurcholish Madjid adalah bagaimana Islam menjadi sumber ajaran etis dalam bernegara.
Berbagai polemik dan dikotomi pemikiran dan penghayatan keislaman yang terjadi di Indonesia sejak lebih kurang satu abad lalu merefleksikan dinamika umat Islam Indonesia sendiri. Keseluruhan dari gerak atau dinamika sejarah pemikiran umat Islam Indonesia sesungguhnya berada dalam satu koridor sejarah; “Satu Islam beda pemahaman dan satu iman beda jalan” semata.
Catatan kaki :
1Lebih jelas lihat Cliffort Gertz dalam Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1977).
2 Pertama, perkembangan kesadaran keagamaan umat (itu) tidak merupakan evolusi yang lurus, artinya yang kemudian tidak menggantikan yang lebih dulu, tetapi tumpang-tindih (overlapping). Kedua, tahapan terakhir masih di tangan pribadi dan minoritas kreatif, sebagaimana dahulu gerakan modernis menjadi minoritas di tengah-tengah umat tradisionalis. Ketiga, perkembangan kesadaran keagamaan umat ditentukan oleh mobilitas sosial, tidak oleh kekuasaan politik. sKeempat, politik sama sekali tidak berperan. Lihat Kuntowidjojo, “Periodesasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia: Mitos, Ideologi dan Ilmu”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta: UGM, 2001).
3 Amien Rais, “Kata Pengantar”, dalam John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-Masalah ( Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm. xiii.
4 Selain itu, tesis ketiga dari pemikiran Nurcholish Madjid adalah penolakan terhadap konsep Negara Islam. Tiga tesis dasar dari pemikirannya tersebut mengalami dinamika selama 34 tahun kiprahnya sebagai tokoh utama gerakan pembaruan pemikiran Islam kontemporer.
5 Salah satu penggerak utama dari JIL adalah Ulil Absar Abdalla. Ketokohannya dalam JIL seakan memudarkan pamor lembaga ini sendiri, bahkan bicara tentang Ulil maka akan menyangkut JIL dan begitu juga sebaliknya.
6Dedy Djamaludin dan Idi Subandi Ibrahim, Zaman baru Islam (Bandung: Zaman, 1998), hlm. 123.
7Wawancara dengan Femina, 3 Juli 1999.
8 Dedy Djamaludin dan Idi Subandi Ibrahim, op.cit., hlm. 123.
9 Wawancara dengan Femina 3 Juni 1999.
10 Gerg Barto, op.cit., hlm. 85.
11 Nurcholish Majid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 23.
12 Nurcholish Madjid, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan Untuk generasi Mendatang”, dalam Edy A. Effendy, Dekonstruksi Islam (Bandung: Zaman, 1999), hlm. 40.
13 Nurcholish Madjid, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat (Jkt : Paramadina, 1999), hlm. 14.
14 Ibid., hlm. 62-63.
15 Nurcholish Madjid, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan …op.cit., hlm. 42.
16 Nurcholish Madjid, “Memahami Kembali Pidato Perpisahan Nabi”, Seri KKA Paramadina Paramadina no. 120/Th.XII/1997.
17 Nurcholish Madjid, “Memahami Kembali Pidato Perpisahan Nabi”, Seri KKA Paramadina Paramadina no. 120/Th.XII/1997.
18 Penegasan Nurcholish Madjid ini diadaptasi dari QS. Al Maidah/5: 32. Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 192-194.
19 Ibid., hlm. 181. “Sepuluh Wasiat Allah” ini dirangkum Nurcholish Madjid yakni, pertama, tidak musyrik atau menyekutukan Allah dengan hal lainnya, kedua, berbuat baik kepada orang tua, ketiga, jangan membunuh keturunan atas dasar kepentingan duniawi, keempat, menjauhi kejahatan baik yang lahir maupun yang batin, kelima, jangan membunuh manusia tanpa alasan yang haqq (yang dibolehkan agama), keenam, jangan berdekatan dengan harta anak yatim, kecuali lewat cara-cara yang baik, ketujuh, jujur dalam hal jual beli, kedelapan, berlaku yang jujur atau adil meski menginai kerabat sendiri, kesembilan, penuhi janji kepada Allah, kesepuluh, ikutilah jalan lurus dengan teguh (istiqamah), Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 181.
20 Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 110.
21 Taufik Abdullah, “Negara, Bangsa dan Masyarakat dalam Pendekatan Kebudayaan”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VI No. 1 Tahun 2004, hlm. 9.
22 Nurcholish Madjid, “Integrasi Keislaman dalam Keindonesiaan”, Seri KKA Paramadina no. 01/Th. I/1986.
23 Carol. C Gould., Demokrasi Ditinjau Kembali (Yogya: Tiara Wacana,1993), hlm. 145-146.
24 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1999)., hlm. 101.
25 Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 62.
26 Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 252.
27 Nurcholish Madjid, Islam Kerakayatan dan Keindonesiaan, op.cit., hlm. 62.
Senin, 25 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar