Ilman

Ilman

fuja

fuja

Ta'lim wa ta'lum

Ta'lim wa ta'lum

pUi ku..

pUi ku..

E.4115.YA

E.4115.YA

Senin, 25 Januari 2010

Tujuan Pendidikan Versi Imam Gojali

PENDAHULUAN
Imam Ghazaly sebagai ahli filosof, ahli agama dan reformer masyarakat yang memahami bahwa pendidikan yang benar adalah suatu media untuk mempublisir atau menyebarluaskan keutamaan dikalangan umat manusia, supaya lebih baik. Imam Ghazaly menaruh perhatian akan penyebarluasan ilmu dan pendidikan, karena pendidikan adalah sebagai sarana untuk menyebarluaskan keutamaan, membersihkan jiwa dan sebagai media untuk mendekatkan umat manusia kepada Allah SWT. Imam Ghazaly banyak menulis karya-karya yang sangat penting diantaranya Ihya Ulumudin, Fatihatul Ulum dan ayyuhal Walad. Dalam kitab-kitab itu tercermin berbagai pendapat yang terpenting dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Mempelajari Al Ghazaly membuat kita menjadi jelas bahwa pendapatnya dalam bidang pendidikan dapat memberi jawaban yang lengkap serta filsafatnya tentang agam dan tasawuf. Beliau membatasi bahwa tujuan pendidikan harus sesuai dengan filsafat ini, dan menjelaskan berbagai ilmu pengetahuan yang harus dipelajari untuk dapat mencapai tujuan dan meletakan sistim pendidikan yang sempurna yang dibatasi oleh filsafat tasawufnya dan ditegaskan oleh pola-polanya. Beliau menjelaskan bahwa proses pendidikan itu sebenarnya hanya suatu proses dimana naluri fitrah manusia dan lingkungan hidupnya. Dalam hal ini Al Ghazaly termasuk salah seorang yang menyerukan agar ilmu itu dijadikan suatu kebutuhan yang mutlak bagi setiap orang lantaran beliau beranggapan bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.


II. TELAAH PUSTAKA
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan berarti apa yang ingin dicapai dengan pendidikan. Masalahnya adalah, manusia yang bagaimanakah yang ingin dibentuk melalui pendidikan. Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan-tujuan ini diperintahkan oleh tujuan-tujuan akhir yang ada esensinya ditentukan oleh masyarakat, dan dirumuskan secara ringkas dan padat, seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan terbentuknya kepribadian muslim. Tujuan pendidikan (Hasan Langgulung,1990 : ix) Yaitu Insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt dan Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya (jasmani, kejiwaan, rohani yang luhur) merealisasikan atau mencerminkan ajaran islam baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaannya, bahwa tujuan demikian identik dengan tujuan hidup setiap orang musllim, adapun tujuan hidup seorang muslim adalah menghamba atau ibadah kepada Allah SWT (Ahmad D. Marimba, 1981:46).
Menurut Fadlil Al-jamaly tujuan pendidikan islam yang lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Mengenalkan manusia akan peranannya diantara sesama mahluk dan tanggung jawab pribadinya didalam hidup ini.
2. Mengenalkan manusia akan interaksi social dan tanggungjawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
3. Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajar mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam tersebut.
4. Mengenalkan manusia kepada Allah dan memerintahkan beribadah kepadanya ( Al-Jamaly, 1986:3).
Drs. Burlian Somad mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam itu ialah membentuk individu bercorak diri dan berderajat tertinggi menurut ukuran Agama. Lebih lanjut menyatakan tujuan pendidikan islam itu harus sama dan sebangun dengan tujuan hidup manusia. Sebagaimana firman Nya dalam (QS. Az-Zariat :56) “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku”.
Opini Drucker tentang arti penting pendidikan sebagai sumber kemajuan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup masyarakat Negara-negara maju, kiranya berlaku pula bagi masyarakat di Negara-negara sedang berkembang. Munculnya Negara-negara baru dikawasan Asia Afrika setelah PD II, mengharuskan kesediannya tenaga professional diberbagai bidang pemerintahan dan pembangunan, yang secara efektif dibina melalui pendidikan.





III. PEMBAHASAN
A. Mengenal Imam Al-Ghazaly
a. Sejarah Hidupnya
Al-Ghazaly nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad ibnu Ahmad Al-Ghazaly Al-Thusi. Dilahirkan tahun 450 H/1058 M di Ghazal, Thus, Propinsi Khurasan, Republik Islam Iran. Ia adalah keturunan Persia yang orang tuanya gemar mempelajari ilmu tasawuf, karenanya orang tuanya hanya mau makan dari hasil usaha sendiri dari menenun kain Wol. Dan juga terkenal pencinta ilmu dan selalu berdoa agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Sayang usianya tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan keberhasilan anaknya sesuai dengan doanya. Sebelum meninggal ia sempat menitipkan Al-Ghazaly bersama saudaranya, Ahmad kepada seorang sufi sahabatnya untuk dididik dan dibimbingnya untuk mempelajari ilmu agama. Tetapi hal ini tidak berjalan lama karena harta warisan yang ditinggalkan untuk bekal hidup kedua anak itu habis, sufi yang juga menjalani hidup sufistik yang sederhana dan tidak mampu. Maka Al Ghazaly dan saudaranya diserahkan ke suatu madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi muridnya. Disini Al-Gazaly bertemu dengan yusuf Al-Nassaj, seorang guru sufi terkenal pada masa itu, dan disini pula sebagai titik awal perkembangan intelektual dan spiritualnya yang kelak akan membawanya menjadi seorang ulama besar. Sepeninggal gurunya, Ghazaly belajar di Thus pada seorang ulama Ahmad ibnu Muhammad Al-Razakanya Al-Thusi. Selanjutnya ia juga belajar pada Abu Nashr Al-Ismaily di Jurjan dan masuk ke sekolah Nizhamiyah di Naisabur yang dipimpin oleh Imam Al-Juwaini Al-Haramain. Dari beliau Ghazaly belajar ilmu kalam , ilmu ushul dan ilmu pengetahuan agama lainnya. Dari penganut mazhab safii inilah Ghazaly memperoleh ilmu pengetahuan, ilmu fiqih, ilmu kalam dan logika.
Karena kecerdasan yang dimilikinya semua ilmu tersebut dapat dikuasai dalam waktu yang singkat, bahkan Ghazaly sempat menampilkan perdananya dalam bidang ilmu fiqih Mankhul fiilmi al usul. Selain itu, Ghazaly belajar teori dan praktik tasawuf kepada Abu Ali Al-Fadhl Ibnu Muhammad Ibnu Ali Al-Farmadi, dengan demikian semakin lengkap ilmu yang diterima selama di Naisabur. Di sekolah Nishamiyah ia diangkat menjadi Dosen pada usia 25 tahun. Ditengah-tengah kesibukannya mengajar beliau sempat mengarang sejumlah kitab diantaranya: Al Basith, Al-Wasith, Al-Wajid, Khulasah ilmu Fiqih, dan lain sebagainya.
Kemudian setelah gurunya Al-Juwaini wafat, Al-Ghazaly pindah ke Muaskar dan berhubungan baik dengan Nizham Al-Mulk, Persana menteri Sultan Bani Saljuk, yang kemudian mengangkatnya menjadi guru besar di sekolah Nizhamiyah Bagdad. Di kota bagdad beliau semakin popular, kelompok pengajian semakin luas, di kota ini pula ia mulai berpolemik terutama dengan golongan Bathiniyah Ismailiyah dan kaum filosof. Pada periode ini ia menderita krisis rohani sebagai akibat kesangsiannya (al-syak), yang oleh orang barat dikenal dengan skepticisme, yaitu krisis yang menyangsikan terhadap semua makrifah, baik yang bersifat empiris maupun rasional. Akibat krisis ini ia menderita sakit selama enam bulan sehingga dokter kehabisan daya untuk mengobatinya. Kemudian beliau meninggalkan semua jabatan yang disandangnya, seperti rector dan guru besar di Bagdad, ia mengembara ke Damaskus. Di masjid Jami Damaskus ia mengisolasi diri untuk beribadah, kontemplasi, dan sufistik yang berlangsung selama dua tahun. Lalu pada tahun 490 H/1098 M ia menuju Palestina berdoa disamping kuburan Nabi Ibrohim a.s kemudian ia berangkat ke Mekkah dan Madinah untuk menunaikan Ibadah Haji dan berziarah ke makam Rasullullah Muhammad Saw dan setelah itu beliau terlepas dari kegoncangan jiwa ini dengan jalan tasawuf.
Setelah dari penyakit rohaninya, Al-Ghazaly kembali memimpin Perguruan Tinggi Nizhamiyah di Bagdad atas desakan Perdana Menteri Fakhr Al-Mulk, anak Nizam Al-Mulk. Setelah perdana menteri wafat, Ghazaly ke daerah kelahirannya di Thus, disana ia membangun Madrasah Khan-kah tempat mengajar tasawuf. Usaha ini beliau lakukan sampai ia wafat pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau 18 Desember 1111 M pada usia 55 tahun dan di makamkan disebelah benteng dekat Thabaran berdampingan dengan makam penyair Al-Firdausy.
Beberapa karya Ilmiahnya yang paling besar pengaruhnya terhadap pemikiran umat islam diantaranya:
1. Ihya Ulum al-din, berisikan kumpulan pokok-pokok agama dan akidah, ibadah, akhlak, dan kitab-kitab suluk.
2. Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, diuraikan didalamnya akidah menurut aliran al-Asy’ariah.
3. Maqasid al-Falasifat, berisikan ilmu mantiq, alam, dan ketuhanan.
4. Tahafut al-Falasifat, dipaparkan didalamnya seperangkat ilmu yang mewarnai zamannya dan berbagai aliran yang penting dan dikaji secara kritis kemudian dijelaskan kelebihan dan kekurangannya.
5. Mizan al-amal, didalamnya berisikan penjelasan tentanng akhlak.



B. Tujuan Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazaly
Ada dua tujuan pendidikan menurut Al-Ghazaly dalam buku Fathiyah Hasan Sulaeman alih bahasa Drs.Fathur Rahman May dan Drs.Syamsuddin Ashrafi adalah:
1. Insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.
Untuk mencapai tujuan pendidikan menurut Al-Ghazaly ada dua sasaran pokok yaitu:
2. Aspek-aspek ilmu pengetahuan yang harus disampaikan kepada murid atau dengan kata lain kurikulum yang harus dipelajari murid.
3. metode yang relevan untuk menyampaikan kurikulum atau silabus sehingga dapat memberikan pengertian yang sempurna dan memberikan faedah yangn besar tentang penggunaan metode tersebut.
Oleh karena itu Al-Ghazaly ingin mengajar umat manusia sehingga mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang dimaksudkan. Ciri khas pendidikan islam secara umum yaitu sifat moral religiusnya yang nampak jelas dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai maupun sarana-sarananya, tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi. Secara umum pendapat Imam Ghazaly ini sesuai dengan aspirasi pendidikan Islam yang bernafaskan agama dan moral. Oleh karena itu tujuan pendidikan menurut Imam Ghazaly adalah pembentukan insan purna, baik di dunia maupun diakhirat. Manusia dapat mencapai kesempurnaan lantaran usahanya mengamalkan Padhillah (Perbuatan utama) melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
Imam Ghazaly menggariskan tujuan pendidikan itu sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, artinya sesuai dengan filsafat hidupnya. Kemudian beliau menciptakan sebuah kurikulum yang ada hubungannya dengan target dan maksud pendidikan. Karena itu beliau menyusun Bab-Bab tentang ilmu pengetahuan, mengklasipikasikan, memberi penilaian dan menjelaskan beberapa faedahnya bagi seorang murid. Kemudian menyusun dan mensistimatisir ilmi-ilmu tadi sesuai dengan kepentingan dan kegunaannya.
Jadi tujuan pendidikan ini adalah membinan insane paripurna yang taqorrub kepada Allah bahagian di dunia dan di akhirat. Tidak dapat dilupakan pula orang yang mengikuti pendidikan akan memperoleh kelezatan ilmu yang dipelajarinya dan kelezatan ini pula dapat mengantarkannya kepada pembentukan insane paripurna.

C. Bidang Studi
Untuk memilih bidang studi yang sejalan dengan tujuan pendidikan dan bahkan yang menolong dalam pencapainnya, Imam Ghazali mengklasifisir ilmu pengetahuan menjadi beberapa rumpun kelompok dan cabang dengan mengistimewakan masing-masing berdasarkan sifat yang berbeda satu sama lain dan memberikan penilaian sesuai dengan kepentingannya bagi seorang siswa. Kemudian setelah itu beliau menjelaskan beberapa ilmu yang harus dijadikan bekal oleh seorang siswa agar dapat mencapai target yang telah dirumuskannya.
Ilmu-ilmu pengetahuan menurut Imam Ghazaly dapat dibagi menjadi tiga rumpun utama, yakni:
1. Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, baik sedikit maupun banyak yaitu ilmu pengetahuan yang tidak dapat diharapkan kegunaannya di dunia apalagi diakhirat. Seperti ilmu sihir, tulisan Azimat ilmu nujum dan ilmu falaq.
2. Ilmu yang terpuji secara mutlak ialah pelajaran-pelajaran agama dan berbagai macam ibadah ilmu pengetahuan tersebut dapat mensucikan jiwa, melepaskan diri dari perbuatan tercela, membantu mengetahui kebaikan dan mengerjakannya, berusaha dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta mencari ridhonya dan mempersiapkan dunia ini untuk kehidupan kekal di akhirat.
3. Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji adalah pengetahuan yang sekiranya manusia mendalami dan mempelajarinya menyebabkan kekacauan pikiran dan keraguan. Seperti ilmu ketuhanan (kepercayaan), cabang dari ilmu filsafat dan sebagian aliran naturalisme.

Menurut Imam Ghazaly hukum mempelajarinya Fardhu Ain (dibebankan kepada setiap muslim), ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, yang dimulai degan Al-Quran kemudian ilmu ibadat dasar, seperti sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya, ilmu pengetahuan tersebut merupakan ilmu untuk mengetahui cara mengamalkan yang wajib. Adapun ilmu pengetahuan yang hukum mempelajarinya Fardhu Kifayah, yaitu setiap ilmu yang diperlukan dalam rangka menegakan urusan duniawi misalnya: ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu teknik, pertanian dan industri. . Dari segi kekhususannya Imam Ghazaly membagi ilmu pengetahuan membagi ilmu syariat dan ilmu ghair (bukan syariat).
Ilmu syariat dibagi menjadi empat macam:
4. Ilmu Ushul (Ilmu Pokok) ada empat macam yaitu kitabullah (Al-Quran), Sunnah Rasulullah, Ijma (consensus ulama atau sahabat Nabi) dan atsar sahabat (petunjuk dan nasehat sahabat)
5. Ilmu Furu (Ilmu Cabang) yaitu ilmu fiqih ilmu yang berkaitan dengan kemaslahatan hidup didunia, Ilmu hal ihwal hati dan akhlaqnya (baik yang terpuji maupun tercela).
6. Ilmu Muqaddimah (Ilmu Pengantar) seperti ilmu lughoh (bahasa) dan ilmu nahu (Gramatika).
7. Ilmu Pelengkap seperti Ilmu Makharjil-Huruf wal-Alfazh (Tempat keluar hurup dan kata) dan ilmu Qira’at, ilmu tafsir (bersangkutan dengan makna Al-Quran.
Adapun Ilmu Ghair (bukan syariat) dibagi menjadi tiga bagian yatiu:
1. Ilmu terpuji (Mahmudah) seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu ekonomi.
2. Ilmu yang diperbolehkan (Mubahat) yaitu Ilmu kebudayaan, (sastra, sejarah).
3. Ilmu tercela (Madzmumah) seperti ilmu sihir, mantera-mantera, tulisan Azimat.

D. Metode Pengajaran Menurut Imam Ghazaly
Imam Ghazali tidak mengemukakan suatu metode pengajaran tertentu dalam karya tulisnya yang beraneka ragam teentang pendidikan, melainkan dalam pengajaran agama saja. Beliau telah menetapkan methode khusus pengajaran agama bagi anak-anak, Imam Al-Ghazaly menjelaskan tentang Ath-Thariqatul Mutsla, untuk mendidik moral anak-anak, menyempurnakannya dengan akhlak yang terpuji dan menghiasinya dengan tindak laku utama. Berkaitan dengan metode pengajaran secara umum beliau mengemukakan prinsip-prinsip tertentu dan langkah-langkah khusus dan diikuti oleh seorang guru ketikan tugas mengajar.
Imam Ghazali menjelaskan bahwa metode penyajian dalil-dalil dan tanda-tanda bukti kebenaran yang dilakukan oleh guru adalah menguatkan hakekat agama dan menetapkan dasar-dasar pendidikan itu sendiri. Metode ini tidak didasarkan atas diskusi dan perdebatan, metode tersebut didasarkan kepada memperbanyak pembacaan Al-Qur’an, Tafsir, Hadits dan menekuni segala macam ibadah, dimulai dengan menghafal serta memahami kemudian meyakini dan membenarkannya setelah itu baru ditegakan dengan bukti-bukti dan dalil-dalil yang dapat membantu untuk memantapkan keyakinan tersebut, dengan langkah pertama menanamkan keyakinan dan keimanan, kemudian langkah berikutnya menguatkannya dengan dalil logika dan argumentasi yang jitu.
Proses pendidikan merupakan suatu aktivitas yang menuntut adanya hubungan yang erat antara seseorang dengan lainnya, yakni seorang guru dengan murid. Oleh karena itu beliau melukiskan masing-masing tentang guru dan murid yang idealis dan harus dipraktekan oleh guru kepada muridnya, baik pada waktu mengajar maupun berhubungan dengan murid dalam urusan kemasyarakatan.
Imam Ghazaly menyamakan keberhasilan ilmu dengan terhimpunnya harta kekayaan, artinya baik orang yang berhasil memperoleh ilmu maupun orang berhasil mengumpulkan harta kekayaan berada didalam 4 jenis berikut ini:
1. Orang yang berhasil memperoleh harta kekayaan atau ilmu lalu disimpannya, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan apapun juga.
2. Orang yang menyimpan harta kekayaan atau ilmu sebanyak-banyaknya untuk dimanfaatkan sendiri, sehingga ia tidak perlu meminta-minta.
3. Orang yang berhasil memperoleh ilmu atau harta kekayaan untuk dimanfaatkan atau dinafkahkan sendiri.
4. Orang yang berhasil memperoleh ilmu atau harta kekayaan untuk dinafkahkan atau dengan menyebarkan ilmunya untuk menolong orang lain.
Imam Ghazaly beranggapan bahwa guru itu adalah bagaikan penjaga ilmu yang terpercaya. Oleh karena itu beliau berpendapat bahwa diantara kewajiban guru tidak menyalah gunakan ilmu dan tidak menyampaikannya kepada murid tanpa perhitungan apakah murid itu dapat menerimanya atau tidak. Sesuai firman Allah SWT dalam surat An-Nisa:5 “ Janganlah kamu berikan kepada anak yang masih bodoh harta miliknya, yang kamu dijadikan Tuhan sebagai pemeliharanya”.
Sifat-sifat yang dianggap oleh Imam Ghazaly sebagai sifat yang harus dimiliki oleh seorang murid ada sepuluh macam, yang disebut dengan wazhaif (tugas-tugas) murid ialah:
1. Manakala belajar itu merupakan salah satu bagian dari ibadah lantaran bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Filsafat Imam Ghazaly bahwa sifat yang diharapkan oleh murid hendaknya menjauhi sedapat mungkin urusan keduniaan dan menguranginya. Sebab melibatkan diri dalam urusan keduniaan dengan segala seluk beluknya kadang-kadang dapat melalaikan dari usaha mencari ilmu.
3. Beliau juga mengokohkan sifat tasawuf yakni sifat rendah hati, yang wajib dilakukan oleh setiap siswa yaitu siswa tidak berbangga diri dihadapan gurunya atau bahkan sombong dengan ilmunya.
4. Agar akal dan pikiran siswa tidak menjadi kacau pada permulaanya, lantaran sesuatu yang kadang timbul akibat dari usaha mendalami ilmu pengetahuan yang berlawanan dan aneka ragam pendapat yang tidak jelas, hendaknya siswa menjaga diri dari pendapat yang berlawanan antara satu aliran dengan aliran yang lain dan dari melibatkan diri dari perdebatan atau diskusi dengan para ilmuan, sehingga membuat siswa bingung dan kacau.
5. Jika ragam ilmu pengetahuan berkaitan satu sama lain kadang-kadang ketidaktahuan sebagiannya dapat melemahkan usaha mempelajari yang lain, sehingga seorang siswa tidak mengabaikan mempelajari satu ilmu dari ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu duniawi yang memungkinkan dapat mengetahui tujuan dan pokok bahasannya.
6. Imam Ghazaly berpendapat bahwa perjenjangan pelajaran itu perlu karena seorang siswa hendaknya bertahap dalam mempelajari ilmu pengetahuan tidak mempelajarinya sekaligus. Yaitu dimulai dari pengetahuan agama lalu mempelajari ilmu pengetahuan yang lainnya menurut kebutuhannya.
7. Imam Ghazaly beranggapan bahwa ilmu pengetahuan itu terdapat perjenjangan secara alami, hingga mempelajari sebagian ilmu dapat juga sampai kepada ilmu berikutnya sesuai dengan sistematika dan jenjang ilmu pengetahuan tersebut.
8. Imam Ghazaly menilai ilmu pengetahuan pada sisi lain dalam nasehat yang disampaikan pada siswa, yaitu agar siswa mengenal nilai ilmu penngetahuan yang dipelajarinya, kelebihan ilmu itu daripada ilmu lainnya dan hasil kongkrit yang dicapai dari mempelajarinya.
9. Imam Ghazaly menjelaskan kepada siswa bahwa tujuan mempe;ajari suatu ilmu itu untuk lebih mengutamakan ilmu pengetahuan agama ketimbang ilmu keduniaan.
10. Imam Ghazaly menguatkan pendiriannya bahwa seorang siswa harus mengetahui nilai-nilai ilmu pengetahuan dari segi manfaatnya, beliau menilai bahwa ilmu agama adalah ilmu yang paling bermanfaat sebab dapat membawa kepada kebahagiaan abadi.

Imam Ghazaly berpendapat bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada anak sedini mungkin, sebab seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama dan mengimankan saja tidak dituntut untuk mencari dalilnya, atau tidak dianjurkan untuk menetapkan dan membuktikannya. Pendidikan agama itu dimulai dengan menghafal serta memahami kemudian meyakini dan membenarkannya. Setelah itu baru ditegakan dengan bukti-bukti dan dalil-dalil yang dapat membantu untuk memantapkan keyakinan tersebut.
IV. KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan agama dengan berbagai ragamnya adalah ilmu pengetahuan yang utama, karena ilmu tersebut dapat dicapai melalui kesempurnaan akal dan kejernihan pikiran.. Manfaat umumnya tidak diragukan, karena buahnya berupa kebahagiaan akhirat. Adapun kemuliaan proporsi akal, bagaimana akan diragukan, sedang seorang guru bertindak dalam bidang budi pekerti dan kejiwaan. Apa yang telah dikemukakan di atas menjadi bukti tegas bahwa Imam Ghazaly mengklasifisir dan mensistimatisir ilmu sesuai dengan kebutuhan dan urgensinya bagi seorang murid dan sesuai dengan nilai-nilai yang berbeda yang terdapat dalam ilmu itu. Beliau menilai bobot ilmu pengetahuan itu sesuai dengan standarisasi nyata yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sejauh mana manfaat ilmu itu bagi umat manusia dalam kehidupan beragamanya, baik didunia maupun diakhirat dari segi mensucikan jiwa, memperindah budi pekerti, mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dan mempersiapkan untuk kehidupan yang kekal abadi.
2. sejauh mana manfaatnya bagi manusia dari segi keharusan adanya dan sumbangannya terhadap ilmu Agama
3. sejauh mana manfaatnya bagi manusia dalam kehidupan di dunia.
4. sejauh mana manfaatnya dari segi kebudayaan dan dampak positif ilmu itu dalam mewarnai pola kehidupan masyarakat.



DAPTAR PUSTAKA

Sulaman, Hasan Fatiah. Sistim Pendidikan Versi Al Ghazaly, alih bahasa Fathurrahman,Drs. Bandung PT. Al-Maarif . 1986.
Zar Sirajuddin. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya.
Soebahar Abd.halim. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Bandung Kalam Mulia. 2002
Ihsan Hamdani. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung Pustaka setia. 1998
A.Mukti Ali. Memahami Beberapa Asfek ajaran Islam. Bandung. Mizan. 1990
Marimba D.Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung PT.Al-Ma’arif 1980

Tidak ada komentar:

Posting Komentar